Pages

Tuesday 18 October 2016

Analisis Unsur Intrinsik Novel "Akulah Angin Engkaulah Samudra" karya Tasaro GK



ANALISIS UNSUR INSTRINSIK NOVEL AKULAH ANGIN ENGKAULAH SAMUDRA KARYA TASARO GK

Oleh:
Ulfa Mia Lestari (14130041075)


Dosen Pengampu:
Dr. Edi Suyatno, M.Pd.
Dr. Muhammad Fuad, M.Hum.


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016



KAJIAN TEORI
Unsur intrinsik ialah unsur yang secara langsung membangun cerita dari dalam karya itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang turut membangun cerita dari luar karya sastra.
Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Untuk karya sastra dalam bentuk prosa, seperi roman, novel, dan cerpen, unsur-unsur intrinsiknya ada tujuh: 1) tema, 2) amanat, 3) tokoh, 4) alur (plot), 5) latar (setting), 6) sudut pandang, dan 7) gaya bahasa.
1. Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Atau gampangnya, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema ada yang dinyatakan secara eksplisit (disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara implisit (tanpa disebutkan tetapi dipahami). Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat pribadi, selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa. Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral, seringkali ada pula tema sampingan. Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.



2. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang terhadap pembaca melalui karyanya, yang akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarang dalam keseluruhan cerita. Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
3. Tokoh
Penokohan adalah pemberian watak terhadap pelaku-pelaku cerita dalam sebuah karya sastra. Tokoh cerita terdiri atas tokoh Protagonis, yaitu tokoh dalam karya sastra yang memegang peranan baik. Tokoh antagonis, yaitu tokoh dalam karya sastra yang merupakan penantang dari tokoh utama,biasanya memegang peranan jahat. Tokoh tambahan (figuran), yaitu tokoh yang tidak memegang peranan dan tidak mengucapkan sepatah katapun, bahkan dianggap tidak penting sebagai individu. Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.    Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.
b.    Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Adapun tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a.       Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (baik protagonis ataupun antagonis).
b.      Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
c.       Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada dua metode penyajian watak tokoh, yaitu:
a.       Metode analitis/langsung/diskursif, yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
b.      Metode dramatik/tak langsung/ragaan, yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
Adapun menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM, ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu:
a.       Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya, terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
b.      Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
c.       Melalui penggambaran fisik tokoh.
d.      Melalui pikiran-pikirannya
e.       Melalui penerangan langsung
4. Alur (plot)
Alur adalah rangkaian peristiwa / jalinan cerita dari awal sampai kimaks serta penyelesaian. Alur terdiri atas alur mundur, alur maju dan alur gabungan. Alur mundur adalah jalinan peristiwa dari masa kini ke masa lalu. Alur maju adalah jalinan peristiwa dari masa lalu ke masa kini, dan alur gabungan adalah gabungan dari alur maju dan alur mundur secara bersama-sama. Dan secara umum alur terbagi ke dalam bagian-bagian berikut: 1) Pengenalan situasi, yaitu memperkenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antar tokoh; 2) Pengungkapan peristiwa, yaitu mengungkap peristiwa yang menimbulakan berbagai masalah; 3) Menuju adanya konflik, yaitu terjadi peningkatan perhatian ataupun keterlibatan situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur dapat disusun berdasarkan tiga hal, yaitu:
1.      Berdasarkan urutan waktu terjadinya (kronologi). Alur yang demikian disebut alur linear.
2.      Berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal). Alur yang demikian disebut alur kausal.
3.      Berdasarkan tema cerita. Alur yang demikian disebut alur tematik. Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.
Adapun struktur alur adalah sebagai berikut:
1.      Bagian awal, terdiri atas: a) paparan (exposition), b) rangsangan (inciting moment), dan c) gawatan (rising action).
2.      Bagian tengah, terdiri atas: a) tikaian (conflict), b) rumitan (complication), dan c) klimaks.
3.      Bagian akhir, terdiri atas: a) leraian (falling action), dan b) selesaian (denouement).
Dalam membangun alur, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah:
1.      Faktor kebolehjadian. Maksudnya, peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya tidak selalu realistik tetapi masuk akal.
2.      Faktor kejutan. Maksudnya, peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung ditebak/dikenali oleh pembaca.
3.      Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.
Kombinasi atau variasi ketiga faktor tersebutlah yang menyebabkan alur menjadi dinamis.
Adapun hal yang harus dihindari dalam alur adalah lanturan (digresi). Lanturan adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.
5. Latar (setting)
Latar/setting adalah bagian dari sebuah prosa yang isinya melukiskan tempat cerita terjadi dan menjeaskan kapan cerita itu berlaku. Adapun macam-macam setting adalah sebagai berikut:
a.    Tempat, misalnya di rumah, di sekolah, di jalan.
b.    Waktu, misalnya pagi hari, siang hari, sore hari.
c.    Suasana, misalnya sedih, senang, tegang.
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu:
a.       Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
b.      Latar waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
c.       Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial.
6. Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah pandangan pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Macam-macam sudut pandang adalah sebagai berikut:
a.    Orang pertama, yaitu pengarang menjadi pelaku utama dan memakai istilah “Aku” dan “Saya”.
b.    Orang ketiga : pengarang yang menceritakan ceritanya atau berperan sebagai pengamat dan menggunakan itilah “Dia”,”Ia”,atau nama orang.
Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam sudut pandang yang bisa dipakai adalah sebagai berikut:
a.       Sudut pandang orang pertama (first person point of view)
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ‘aku’ tersebut.
Sudut pandang orang pertama masih bisa dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)   ‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’ menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first person central).
2)   ‘Aku’ tokoh tambahan. Dalam sudut pandang ini, tokoh ‘aku’ muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ‘aku’ tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan demikian si ‘aku’ hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ‘aku’ pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.

b.         Sudut pandang orang ketiga (third person point of view)
Dalam cerita yang menggunakan sudut pandang orang ketiga, ‘dia’, narator adalah seorang yang berada di luar cerita, yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Sudut pandang ‘dia’ dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya, yaitu
1)   ‘Dia’ serba tahu. Dalam sudut pandang ini, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ‘dia’ tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ‘dia’ yang satu ke ‘dia’ yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
2)   ‘Dia’ terbatas (‘dia’ sebagai pengamat). Dalam sudut pandang ini, pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya, terbatas pengetahuannya (hanya menceritakan apa yang dilihatnya saja).
7. Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah bahasa yang digunakan pengarang dalam menulis cerita yang berfungsi untuk menciptakan hubungan antara sesama tokoh dan dapat menimbulkan suasana yang tepat guna, adegan seram, cinta ataupun peperangan maupun harapan. Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi bukanlah satu-satunya hal yang membentuk gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitamya. Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda: berterus terang, satiris, simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, adegan peperangan dan lain-lain.




ANALISIS UNSUR INSTRINSIK NOVEL

Judul              : Aku Angin Engkaulah Samudra
Penulis            : Tasaro GK
Penerbit          : Qanita-Mizan
Editor             : Indrayana SP 
Tahun Terbit : Pertama, 1 Februari 2014
Halaman         : 572 halaman

1.    Tema
Secara garis besar tema novel “Aku Angin Engkaulah Samudra” ini adalah persahabatan. Hal ini dapat dilihat dari judulnya itu sendiri. Mungkin jika kita hanya membaca sekilas, judul tersebut menyiratkan makna cinta antara laki-laki dan perempuan. Namun, jika telah membaca bab pertama, maka akan terlihat jelas bahasan utama dari novel ini adalah persahabatan. Meski di dalamnya pun juga terdapat banyak bumbu sub tema lainnya, seperti politik, cinta, budaya dan sosial.
2.    Tokoh dan Penokohan
Dalam novel “Aku Angin Engkaulah Samudra” ini melibatkan banyak sekali tokoh. Tasaro GK benar-benar mengupas kehidupan tokoh utama sejak kecil hingga dewasa. Setiap tokoh yang sempat mampir di kehidupan tokoh selama itu selalu ia tampilkan. Hingga terkadang beberapa di antaranya tidak tergambar secara jelas hingga hanya menjadi viguran semata.
Berikut tokoh-tokoh yang kemunculannya cukup berperan dalam alur cerita ini.
a.    Maru
Maru merupakan tokoh utama dalam novel ini. Maru dengan nama panjang Maruto ini memiliki arti angin. Hingga kami mengaitkannya dengan judul novel, sehingga jelaslah tokoh Maru ini sebagai tokoh utama. Perwajahan tokoh Maru ini adalah lelaki yang keras kepala dan berkemauan kuat. Meski ia masih dapat menerima pendapat orang lain, namun saat inginnya bulat melakukan sesuatu, maka dia tak akan pernah setengah-tengah melakukan keinginannya tersebut agar segera terwujud. Penggambaran tokoh Maru ini dapat dilihat dari dialog antar tokoh dan aktivitas tokoh itu sendiri.
b.      Samu
Jika Maru adalah angin, maka tokoh kedua Samu ini adalah samudra-nya. Dapat tergambar langsung dari nama jawa Samu, yaitu Samudro atau samudra dalam bahasa Indonesia yang berarti lautan lepas. Tokoh Samu adalah teman kecil sekaligus sahabat karib tokoh Maru, yang saat dewasa kembali dipertemukan dalam konflik utama dalam novel ini. Perwajahan tokoh Maru merupakan sosok yang berpendirian teguh. Ia juga digambarkan sebagai tokoh yang pemberani dan juga sopan, serta penyayang. Tasaro GK lebih banyak menggambarkan sifat tokoh Samu ini melalui aktivitas tokoh dan interaksinya dengan tokoh lain.
c.       Mala
Nama lengkapnya Malahayati. Sosok wanita tegas dan pemberani juga cerdas yang menjadi pemanis dalam alur cerita novel ini. Dirupakan sebagai gadis Aceh yang ayu sehingga berhasil memikat tokoh Samu. Perannya sebagai perawat yang cekatan dalam menangani pasien. Ia juga berkemauan keras untuk menggapai cita-citanya melanjutkan kuliahnya ke Jakarta. Meski tak jadi karena sebuah peristiwa dalam novel ini. Tokoh Mala ini juga menjadi salah satu bahan pembicaraan tokoh utama. Sehingga perwajahan tokoh ini lebih banyak diwakilkan dengan narasi dari tokoh utama.
d.      Nanggroe
Teman kuliah tokoh Maru ini memiliki sifat yang tegas. Mungkin juga dipengaruhi oleh suku aslinya, Aceh. Pada awal cerita, penulis menggambarkan Nanggroe sebagai lelaki Aceh yang keras kepala, sulit menerima pendapat orang lain, dan selalu rasis setiap menghadapi suatu obrolan yang mengaitkan asal kampungnya. Namun, perlahan tokoh ini berubah menjadi sosok yang dewasa yang dapat menerima suatu keadaan dengan memikirkannya masak-masak dulu. Tokoh ini sempat menghilang dari bahasan tokoh utama selepas kuliah. Hingga perwajahan tokoh ini lebih banyak berasal dari narasi dari tokoh utama.
e.       Syamsudin
Kejutan menarik dari Tasaro GK adalah lewat tokoh ini. Awal pengenalan tokoh Syamsudin merupakan sosok misterius yang tak pernah bisa to the point dalam pembicaraan. Sehingga kali pertama tokoh utama bertemu dengan tokoh Syamsudin digambarkan sebagai sosok yang misterius. Namun, hampir di penghujung cerita, ternyata tokoh ini adalah seorang pengkhianat. Ia mentah-mentah menipu tokoh utama dan menampilkan sifat asli di balik sosok misteriusnya ini. Syamsudin adalah teman tokoh Nanggroe, yang awalnya nampak terlihat membantu tokoh utama. Perwajahan tokoh ini melalui aktivitasnya, juga digambarkan sedikit melalui narasi tokoh utama.
3.    Sudut Pandang
Tasaro GK menampilkan dua sudut pandang dalam novel ini. Meski sebenarnya sudut pandangnya adalah sudut pandang orang pertama pelaku utama. Namun, beberapa bab penceritaanya menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.
4.    Alur
Alur cerita yang digunakan adalah alur campuran. Awal cerita penulis membawa kita ke masa saat tokoh utama telah melewati segala isi cerita. Kemudian dengan serentak tokoh utama mengajak pembaca kembali ke masa lalunya. Dimulai sejak kecil hingga kembali masa di awal cerita.
5.    Latar (Setting)
a.      Tempat
Serupa dengan tokoh, latar tempat yang digunakan dalam cerita ini cukup banyak. Berikut beberapa latar tempat yang cukup mendominasi ceria ini.
1)      Gunung Kidul
Gunung Kidul tempat bermulanya tokoh Maru dan Samu mulai menjalin persahabatan mereka.
2)      Bandung
Tokoh utama pindah ke Bandung dari Gunung Kidul, cikal bakal ia berpisah dengan tokoh Samu dan mulai menjalani kehidupan yang berbanding terbalik dengan di Gunung Kidul dulu.
3)      Aceh
Tokoh Samu mulai menjalani kehidupannya sebagai TNI, juga tempat yang cukup mendominasi cerita ini. Tokoh Maru pun juga sempat kemari untuk melakukan observasi.
4)      Bogor
Tokoh Maru dan beberapa tokoh lainnya melakukan liputan pasal pemilihan presiden. Hanya sebentar, hingga tokoh utama kembali lagi ke Bogor.
5)      Rumah Sakit
Tokoh Samu dan tokoh Mala dipertemukan melalui adegan kasar yang sangat jauh dari kesan romantis, mengingat akhir dari kisah mereka berdua.
6)      Pondok Rumbia
Tempat tokoh Maru ditawan anggota GAM dengan tokoh lainnya, termasuk tokoh Mala. Di sinilah tokoh Maru tahu bahwa Mala mengenal tokoh Samu.
b.        Waktu
Penulis menggunakan hampir setiap waktu, dari pagi hari, siang hari, sore hari sampai malam hari sebagai latar waktu cerita. Jika ditanya tanggal, maka jawabannya adalah di bawah tahun 2009.
c.       Suasana
Beberapa suasana yang cukup komplik digambarkan dalam setiap adegan dalam cerita. Beberapa suana yang cukup mendominasi adalah sebagai berikut.
1)      Sedih
Suasana ini digambarkan melalui banyak adegan yang melibatkan tokoh utama yang harus mendengar kisah tragis penduduk sipil Aceh yang satu persatu tumbang karena perang yang sulit berakhir antara GAM dan TNI. Juga saat berpisahnya tokoh Mala dan tokoh Samu. Serta beberapa adegan pilu selepas terjadi tsunami di Aceh, saat orang-orang banyak kehilangan sanak saudaranya.
2)      Tegang
Suasana tegang banyak digambarkan melalui adegan perang antara GAM dan TNI. Juga adegan saat tokoh Maru mencoba mencari informasi atas keselamatan tokoh Samu pasca tsunami.
3)      Senang
Penggambaran suasana senang tidak banyak kami jumpai. Hanya beberapa saat, itu pun saat awal-awal masa kecil tokoh utama dan di akhir cerita. Jika pun di tengah cerita, ada hanya saat tokoh utama berhasil mendapatkan berita yang cukup memuaskan.
6.    Gaya Bahasa
Dapat dikatakan gaya bahasa Tasaro GK metafora. Hal ini dibutikan dari penggambaran kehidupan Maru yang dipadankan dengan angin, yang kehidupannya selalu berpindah-pindah. Kemudian, kehidupan Samu yang dipadankan dengan lautan, yang kehidupannya diabdikannya di laut.
7.      Amanat
Banyak pesan yang dapat diambil dari novel ini. Namun, pesan yang menggambarkan keseluruhan cerita adalah sahabat tidak hanya ada di kala suka, tapi akan selalu sempat mengulurkan tangan saat sahabatnya tengah berduka. Pesan ini dapat dilihat dari adegan Samu yang mencoba membantu Maru saat diculik.
Pesan kedua, Janganlah menilai orang dari satu sisi saja. Pesan ini dapat dilihat dari pandangan Mala yang melihat semua TNI sama-sama keras dan tidak mementingkan orang lain.
Pesan ketiga, Pikirkankanlah dahulu sebelum bertindak. Pesan ini dapat dilihat dari GAM yang ingin mendirikan negara sendiri, namun tidak melihat dampaknya bagi masyarakat sipil.
Pesan keempat, Janganlah menjadi pribadi yang etnosentrisme, pikirkanlah masih ada orang lain di sekitarmu. Pesan ini dapat dilihat dari sikap Naggroe yang selalu mementingkan suku dalam bergaul.
Pesan kelima, Jujurlah pada diri sendiri, kita pun perlu memikirkan perasaan pribadi demi kebahagian kita sendiri. Pesan ini dapat dilihat dari tokoh Mala yang menyembunyikan perasaannya pada Samu.

Sinopsis dan Kelebihan Kelemahan Novel
Maruto berarti angin. Samudro berarti samudra atau lautan lepas. Telah ditentukan sejak nama itu diberikan, Maruto akan menjadi selayaknya angin. Berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan Samudro yang bermakna lautan, telah ditakdirkan untuk hidup di laut. Berjuang di lautan lepas, mengabdi pada negara. Aku Angin Engkaulah Samudra, bukanlah ikatan antara laki-laki dan perempuan dalam memadu kasih. Melainkan hubungan yang indah, antar sahabat, yang selalu ada di saat suka maupun duka. 
Bermula dari perpisahan antara Maruto dan Samudro. Kisah ini menceritakan hubungan antara kehidupan wartawan dengan TNI. Kehidupan yang sama-sama keras namun jelas beda cerita. Sejak Maruto pindah ke Bandung dari Gunung Kidul –tempat semasa kecilnya ia habiskan bermain bersama Samudro, ia lepas kontak dengan karibnya itu. Sedangkan ia, di tempat yang baru harus sanggup memulai kehidupan yang berbeda 180 derajat dengan kehidupan yang dulu. Bahkan semasa SMP, Maruto yang lebih akrab dipanggil Maru itu menjadi salah satu korban bullying di kelasnya.
Namun, Maru bangkit selepas lulus dan masuk SMA. Ia menjadi OSIS dan lebih aktif di sekolahnya. Ia mendapat banyak teman yang jelas tak seperti Samu, karibnya yang sampai saat itu tak pernah ada kabarnya.
Kegiatan yang cukup padat masih berlanjut sampai Samu masuk bangku kuliah. Jurnalistik menjadi jurusan yang mengantarkannya ke beberapa petualangan yang nantinya akan memertemukannya dengan Samu. Selepas kuliah, Maru menjadi wartawan. Segala macam kisah tragis korban dalam berita selalu ia hadapi.
Hingga suatu kali, ia mendapat pesan singkat dari Samu. Samu menjadi TNI, dan sekarang ada di Aceh. Tempat yang sering Maru dengar pasal perang antara GAM dan TNI-nya dari Nanggroe –si Aceh teman kuliahnya dulu. Sejak saat itu, Samu selalu berkirim kabar dengan Maru. Namun, tidak ketika ia harus adu tempur dengan GAM di medan perang. Maru juga jadi lebih banyak tahu kehidupan Samu dan penduduk Aceh. Ia jadi tertarik, dan memutuskan untuk pergi ke Aceh, observasi novel yang akan ia garap.
Sempat menjadi tawanan GAM, Maru tetap berhasil mengumpulkan banyak informasi mengenai GAM dan segala suasana nyata di tengah perang itu. Ia sempat bertemu dengan beberapa tokoh GAM yang cukup terkemuka, dan pimpinan GAM di Aceh Utara. Belum lagi informasi yang ia dapat dari tawanan di tempat yang sama sepertinya. Ia mampu menggarap novelnya dengan sukses.
Saat Maru mencoba mengikuti jejak Mala –gadis perawat yang sempat memikat hati Samu lewat pertemuan tegangnya di rumah sakit, untuk melarikan diri, Maru tertembak. Tapi ia masih selamat, diselamatkan TNI, termasuk Samu di antaranya. Samu sempat melihat sosok dewasa Maru, tapi sayangnya Maru malah tak sempat sama sekali. Karena seusai operasi, Maru langsung dibawa ke Jakarta tanpa menunggunya siuman terlebih dahulu.
Kisah ini masih berlanjut dengan sudut pandang kisah antara Samu dan Mala. Mereka yang akhirnya menjadi pasangan, sempat dipisahkan karena Samu dipindah tugas. Juga makin jauh karena bencana tsunami yang menimpa Aceh pada 26 Desember 2004 itu. Keduanya selamat, dan terus mengisahkan kisah mereka pada Maru yang sudah kembali lagi ke Bandung.
Penggunaan sudut pandang orang pertama adalah hal yang cukup cerdik dalam merangkul pembaca terhadap suatu cerita. Demikian juga dengan novel ini. Bahkan, penulis tak segan menunjuk pembaca berulang kali dalam ceritanya. Sehingga, seolah pembaca benar-benar ada dalam cerita. Bahkan ikut andil dalam setiap rangkaian peristiwa yang diceritakan penulis. Gaya bahasa yang komunikatif, dan cara penulis mencitrakan adegan dengan bahasa yang manis, menggiring pembaca untuk memerkaya diri dengan kosa kata khas sastra. Beberapa kosa kata Aceh dan Jawa juga dapat menambah pengetahuan pembaca. Ceritanya runtut, dan pembaca mudah memahaminya karena penulis membubuhkan lokasi serta waktu kejadian setiap peristiwa.
Namun, penggunaan beberapa sudut pandang orang ketiga cukup membingungkan pembaca. Meskipun penulis memberikan dalih bahwa hal itu terjadi karena tokoh utama mendapat cerita dari tokoh yang lain pasal peristiwa yang tidak mungkin diketahui tokoh utama secara langsung, hal tersebut masih sulit diterima. Pasalnya tokoh utama seolah tahu sedetail mungkin kejadian yang menggunakan sudut pandang orang ketiga tersebut. Hal itu tidak mungkin, kecuali penulis menegaskan bahwa setiap adegan dengan penggunaan sudut pandang orang ketiga tersebut dibubuhi dengan imajinasi tokoh utama. Tapi nyatanya tidak ada.

Novel ini dapat menjadi bahan bacaan yang pas untuk mengetahui sejarah perang antara GAM dan TNI di Aceh. Juga bisa dijadikan referensi penulis lain untuk menggambarkan latar tempat beberapa tempat yang ada di Aceh.

No comments:

Post a Comment