Pages

Saturday 1 October 2016

L

III
Tentang Awan



"Pagi, L!" Tari melunjak kaget, saat si empu penyapa ini tangannya menjalar ke pundaknya. Sudah biasa sih seorang Awan menyapanya hangat akrab dan ramah seperti ini. Hanya saja,
kedatangannya yang terlalu tiba-tiba membuatnya hampir melempar binder miliknya ke wajah bocah ini keras. Andai Awan tak membuat perisai dengan kedua tangannya, mungkin binder itu benar-benar menghabisi wajahnya yang pas-pasan itu.

"Setdah! Slow kali, L! Bringas banget elo hari ini?" cerocos Awan, tak paham dengan kekisutan Tari hari ini. Seperti biasa, dia akan mengambil kursi untuk duduk di samping Tari. Tapi hanya sekedar untuk duduk sampai dosen datang. Bukan untuk duduk di situ berlama-lama. Lagipula, kursi yang ia duduki sekarang juga sudah ada tas Tia. Tempat yang tak akan pernah absen dari bangku Tari. Di sebelahnya akan ada Firda. Yah... tiga serangkai itu tak pernah terlepaskan memang. Walaupun seharusnya mereka empat serangkai bila ditambah Dion. Tapi, kalau di kelas seperti ini, tentu saja Dion memilih duduk di dekat teman-teman laki-lakinya yang lain. Bukan bergumul bersama cewek-cewek seperti Tari sekarang.

"Kenapa sih, muka elo ditekuk-tekuk begitu?" Awan mulai peka. Baru sebentar ditiliknya wajah itu sudah sangat mengkhawatirkan. Penampilan Tari memang tak selalu rapi, malah berantakan lebih sering. Tapi kali ini lebih berantakan. Mana ada lingkar hitam di bawah matanya sekalian. Menambah parah wajahnya yang ada di bawah standar cantik bagi Awan sendiri.

"Ini bukan ditekuk, tapi kusut!" jawab Tari nada tinggi. Mungkin setara dengan nada si di oktaf pertama.

"Iya, deh. Kenapa kok kusut?" Awan pilih mengalah. Tak ada gunanya berdebat dengan bocah ini.

"Kalo kusut, berarti belum digosok! Gitu aja kok susah!" sentak Tari lagi. Awan garuk-garuk kepala. Sepertinya Tari sedang tak ingin diajak beramah-tamah sekarang. Tapi, bukannya sebal, Awan setia menungguinya di situ. Ia paham, apa yang sedang diperhatikan Tari sejak tadi. Meski wajahnya menunduk, menatap coretan menggila di bindernya sendiri, tapi pandangannya tak lepas dari seorang Dion. Akhirnya pun Awan hanya bisa menghela nafasnya pelan. Ia sadar, Tari pasti sedang dilanda asmara dengan bocah satu itu.

"Oh, iya. Makasih ya kado ulang tahunnya kemaren," Awan menghentikan pandangan Tari pada Dion. Giliran, Tari menatapnya. Sedikit bingung apa yang dimaksud Awan. Tapi, begitu Awan menunjukkan gantungan kecil berbentuk bola dari busa di ponselnya, Tari baru paham. "Tapi, sorry, nih. Gue belum bisa bales. Gue belum ada dana buat ngadoin elo," tambahnya, ingat juga dia sendiri belum memberi kado apapun untuk Tari. Padahal ulang tahun Tari lebih dulu daripada dirinya.

"Apaan, sih? Gue juga enggak minta dibales, kok."

"Terus kenapa elo ngasih gue kado?"

"Enggak papa. Karena gue suka aja."

"Apa? Elo suka sama gue, L?" canda Awan yang langsung disapa dengan tonjokan pelan ke pundaknya. Awan tertawa karenanya. Coba elo jawab iya aja, Tar! Diam-diam hati Awan menggumam.

Bagaimana Awan bisa bergumam seperti itu? Salah jika kalian menebak Awan sebenarnya menyukai Tari. Justru, jawaban yang benar adalah, Tari pernah menyukainya. Awalnya sih, dulu Awan yang menembak Tari duluan. Bahkan, dulu hubungan Awan dan Tari lebih dekat dari sekarang. Lebih dekat dari hubungan Tari bersama empat serangkainya itu. Tapi, karena bodohnya Awan menyatakan perasaannya pada Tari, Tari menjauh. Ketika Awan mencoba melupakan perasaannya, malah Tari menyatakan pula perasaan yang sama seperti dirinya. Tapi, toh. Mau bagaimana lagi? Awan sudah keburu bersama gadis lain. Jika ditanya, apa Awan masih ada rasa pada Tari? Mungkin bukan rasa suka, melainkan sayang. Juga ada rasa bersalah. Makannya Awan selalu mencoba bersikap baik pada Tari. Yah.... walaupun Tari dengan teganya selalu menolaknya mentah-mentah. Awan tak mengapa. Dia lebih suka dekat lagi dengan Tari. Tak peduli tanggapan seperti apa yang akan ia dapatkan dari Tari.

Sama saat seperti Tari yang suka seenaknya tidur sembarangan di kelas, Awan yang selalu memperhatikannya. Waktu itu, Tari ketiduran di belakang kelas. Kepalanya hampir saja terkulai dan menyapa lantai. Dengan sigap tangan Awan yang menahannya. Sampai Tari benar-benar bangun, barulah ia melepaskannya. Hingga kebas benar rasanya tangannya waktu itu. Tak masalah. Karena Awan sudah tulus menyayangi bocah ini. Andai saja mereka bisa sedekat dulu lagi.

"Semalem elo gak tidur ya, L?" tanya Awan lagi. Satu... dua... tiga... dia siap menerima semprot dari Tari. Tapi, Tari hanya mendesis sebal. Serta merta dia hengkang dari sana. Huh! Keberadaan Awan mengusik pengintaiannya pada Dion. Haha... Awan malah tertawa sendiri. Tidak sakit hati, dia hanya mendesah pelan.

"Jangan ada lagi deh yang menyakiti hati elo, Tar. Cukup gue aja," katanya. Jelas percuma, Tari tak akan mendengarnya.

~To Be Continued~

No comments:

Post a Comment